Kamis, 30 Agustus 2007

4.2 Kadar Lemak

Kadar lemak dari bubuk cokelat yang dihasilkan berkisar antara 4,07 % - 5.40% dengan rata-rata sebesar 4,70 % (Lampiran 5a). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5b) menunjukkan bahwa waktu fermentasi dan lama pengeringan berpengaruh sangat nyata (P≤ 0,01) terhadap kadar lemak bubuk cokelat yang dihasilkan, sedangkan faktor interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,01).

Gambar 10a. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar lemak bubuk cokelat BNT 0,01= 0,18, KK= 5,99 (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata faktor waktu fermentasi).

Hasil uji lanjut BNT0,01 (Gambar 10a) menunjukkan bahwa perlakuan waktu fermentasi memberikan kadar lemak yang berbeda sangat nyata (P≤ 0,01) terhadap bubuk cokelat yang dihasilkan. Perlakuan waktu fermentasi 3 hari di peroleh kadar lemak terendah yaitu 4,42%, waktu fermentasi 5 hari kadar lemak 4,67%, sedangkan waktu fermentasi 7 hari memberikan kadar lemak tertinggi 5,00%. Kadar lemak bubuk cokelat cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya waktu fermentasi. Hal ini diduga karena pada proses fermentasi yang berlangsung secara anaerobik, mikroorganisme yang tumbuh pada proses fermentasi meningkatkan kandungan lemak dengan mengubah senyawa-senyawa seperti polifenol, protein dan gula. Mikroorganisme yang berperan dalam proses penguraian senyawa-senyawa tersebut adalah Streptococcus laktis dan Sacharomyces cerevisiae (Rachman, 1989).

Lemak tidak mudah langsung digunakan oleh mikroba jika dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, namun beberapa khamir dan bakteri dapat memperoleh kebutuhan karbon dan energi dari persenyawaan lemak. Mikroba yang tumbuh dalam kondisi anaerobik pada media yang mengandung lemak akan mengubah lemak tersebut menjadi karbon dioksida dan etanol (Ketaren, 1986).

Gambar 10b. Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar lemak bubuk cokelat BNT 0,01= 0,18, KK= 5,99 (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata faktor lama pengeringan).

Hasil Uji BNT0,01 (Gambar 10b) menunjukkan bahwa kadar lemak antara satu perlakuan lama pengeringan dengan perlakuan lama pengeringan lainnya berbeda sangat nyata (P≤0,01). Pada lama pengeringan 2 hari diperoleh kadar lemak bubuk cokelat terendah yaitu 4,42%, pada lama pengeringan 3 hari kadar lemak sebanyak 4,69%, sedangkan pada lama pengeringan 4 hari dihasilkan kadar lemak tertinggi yaitu 4,98%.

Umumnya diketahui bahwa banyak produk makanan mengalami periode kecepatan pengeringan konstan dengan awal yang cepat diikuti oleh periode dengan kecepatan pengeringan menurun yang lebih lamban, yang terdiri dari dua kecepatan yang berbeda. Selama periode konstan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan tergantung pada kondisi pengeringan, tetapi kemudian setelah kadar air kritis tercapai, air yang akan menguap harus berdifusi dari dalam bahan pangan. Inilah yang menyebabkan kadar lemak meningkat (Buckle, 1987).

Lemak cokelat adalah lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik karena sifatnya yang tetap cair pada kondisi lingkungan dengan suhu di bawah titik bekunya (super cooling). Teknik tempering khusus dengan merubah struktur kristal lemak cokelat hingga pada titik lelehnya, 34-35 oC (Widyotomo, 2002).

Lemak cokelat mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat, penyusutan volume (kontraksi) pada saat didinginkan sehingga padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan mempunyai penampilan fisik yang menarik. Lemak cokelat memiliki susunan berbagai senyawa lemak jenuh, lemak tak jenuh dan gliserida mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25 oC dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak cokelat larut sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat mudah larut dalam khloroform, bensen dan petroleum eter (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005).

Lemak biji cokelat dikeluarkan dari inti biji dengan cara dipres dengan menggunakan hidrolic pressure. Inti biji yang masih panas dimasukkan ke dalam alat hidrolic pressure, sehingga cairan lemak akan keluar dari dalam inti biji. Rendemen lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh suhu inti biji, kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein inti biji, tekanan hidrolic pressure, dan waktu pengepresan (Widyotomo, 2002).